Pendidikan Kewarganegaraan


MAKALAH
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
"POLITIK DAN STRATEGI NASIONAL"

BAB I
PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang
Kata Politik itu berasal dari kata Politikos (Bahasa Yunani) bisa diartikan sebagai proses pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang diwujudkan untuk pengambilan keputusan dalam suatu negara. Namun arti politik sesungguhnya sangatlah luas untuk diartikan , dan mungkin sebagian orang awam akan menganggap bahwa politik itu berhubungan dengan kebijakan, kekuasaan, dan pemerintahan. Perlu kita ketahui bersama bahwa sistem perpolitikan yang berlaku disuatu negara tentulah dipengaruhi oleh banyak faktor dimana salah satunya dari kejadian masa lalu atau sejarah. Tentu kita tahu bahwa para tokoh pendiri bangsa ini saat merumuskan Pancasila itu merupakan suatu kegiatan politik, serta mencapai kemerdekaan merupakan suatu tujuan dari politik.
Politik nasional diartikan sebagai kebijakan umum dan pengambilan kebijakan untuk mencapai suatu cita-cita dan tujuan nasional. Dengan demikian definisi politik nasional adalah asas, haluan, usaha serta kebijaksanaan Negara tentang pembinaan (perencanaan, pengembangan, pemeliharaan dan pengendalian) serta penggunaan kekuatan nasional untuk mencapai tujuan nasional.
Berikut penulis berikan pembahasan materi Politik dan Strategi Nasional yang penulis ambil dari beberapa sumber.

1.2     Rumusan Masalah
1. Apa pengertian politik, negara, kekuasaan, pengambil keputusan, kebijakan umum, distribusi kekuasaan?
2. Apa pengertian strategi, politik dan strategi nasional?
3. Apa saja dasar pemikiran penyusunan Polstranas?
4. Bagaimana penyusunan politik dan strategi nasional?
5. Bagaimana stratifikasi politik dan strategi nasional dan daerah?
6. Bagaimana politik pembangunan nasional dan manajemen nasional?
7. Apa itu Otonomi Daerah?
8. Apa itu Masyarakat Madani (civil society)?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1     Politik dan Strategi Nasional
2.1.1  Pengertian politik, negara, kekuasaan, pengambil keputusan, kebijakan umum, distribusi kekuasaan
1.       Pengertian Politik
Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik.
Di samping itu, politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda. Yaitu antara lain:
1. Politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles)
2. Politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara
3. Politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat
4. Politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.

2.       Pengertian Negara
Negara adalah suatu wilayah di permukaan bumi yang kekuasaannya baik politik, militer, ekonomi, sosial maupun budayanya diatur oleh pemerintahan yang berada di wilayah tersebut. Negara juga merupakan suatu wilayah yang memiliki suatu sistem atau aturan yang berlaku bagi semua individu di wilayah tersebut, dan berdiri secara independen. Syarat primer sebuah negara adalah memiliki rakyat, memiliki wilayah, dan memiliki pemerintahan yang berdaulat. Sedangkan syarat sekundernya adalah mendapat pengakuan dari negara lain.
Unsur-unsur Terbentuknya Negara
Unsur-unsur negara adalah bagian yang penting untuk membentuk suatu negara, sehingga negara memiliki pengertian yang utuh. Jika salah satu unsur tidak terpenuhi, maka tidak sempurnalah negara itu. Negara dapat memiliki status yang kokoh jika didukung oleh minimal tiga unsur utama, yaitu rakyat, wilayah, dan pemerintah berdaulat. Selain itu, ada satu unsur tambahan, yaitu pengakuan dari negara lain.

3.       Pengertian Kekuasaan
Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh (Miriam Budiardjo, 2002). Atau Kekuasaan merupakan kemampuan memengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang memengaruhi (Ramlan Surbakti, 1992).
Dalam pembicaraan umum, kekuasaan dapat berarti kekuasaan golongan, kekuasaan raja, kekuasaan pejabat negara. Sehingga tidak salah bila dikatakan kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain menurut kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan tersebut. Robert Mac Iver mengatakan bahwa Kekuasaan adalah kemampuan untuk mengendalikan tingkah laku orang lain baik secara langsung dengan jalan memberi perintah/dengan tidak langsung dengan jalan menggunakan semua alat dan cara yang tersedia. Kekuasaan biasanya berbentuk hubungan, ada yang memerintah dan ada yang diperintah. Manusia berlaku sebagai subjek sekaligus objek dari kekuasaan. Contohnya Presiden, ia membuat UU (subyek dari kekuasaan) tetapi juga harus tunduk pada Undang-Undang (objek dari kekuasaan).

4.       Pengertian Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan dapat dianggap sebagai suatu hasil atau keluaran dari proses mental atau kognitif yang membawa pada pemilihan suatu jalur tindakan di antara beberapa alternatif yang tersedia. Setiap proses pengambilan keputusan selalu menghasilkan satu pilihan final. Keluarannya bisa berupa suatu tindakan (aksi) atau suatu opini terhadap pilihan.
Istilah decision making/pengambilan keputusan menunjuk pada proses yang terjadi sampai keputusan itu tercapai.
Dengan kata lain pengambilan keputusan:
1. Merupakan proses dengan langkah-langkah tertentu
2. Dilakukan sebagai upaya mengatasi/memecahkan masalah
3. Adalah proses menentukan satu pilihan alternatif
4. Hanya dilakukan satu kali saja
5. Mengandung suatu risiko

5.       Pengertian Kebijakan Umum
Kebijakan publik
Berdasarkan berbagai definisi para ahli kebijakan publik, kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sebagai pembuat kebijakan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu di masyarakat di mana dalam penyusunannya melalui berbagai tahapan.
Tahap-tahap pembuatan kebijakan publik menurut William Dunn adalah sebagai berikut:
A. Penyusunan Agenda
Penyusunan agenda adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam realitas kebijakan publik. Dalam proses inilah ada ruang untuk memaknai apa yang disebut sebagai masalah publik dan agenda publik perlu diperhitungkan. Jika sebuah isu telah menjadi masalah publik, dan mendapatkan prioritas dalam agenda publik, maka isu tersebut berhak mendapatkan alokasi sumber daya publik yang lebih daripada isu lain. Dalam penyusunan agenda juga sangat penting untuk menentukan suatu isu publik yang akan diangkat dalam suatu agenda pemerintah. Isu kebijakan (policy issues) sering disebut juga sebagai masalah kebijakan (policy problem). Policy issues biasanya muncul karena telah terjadi silang pendapat di antara para aktor mengenai arah tindakan yang telah atau akan ditempuh, atau pertentangan pandangan mengenai karakter permasalahan tersebut.
B. Formulasi Kebijakan
Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah yang terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah.
C. Adopsi/Legitimasi Kebijakan
Tujuan legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada proses dasar pemerintahan. Jika tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat diatur oleh kedaulatan rakyat, warga negara akan mengikuti arahan pemerintah.
D. Penilaian/Evaluasi Kebijakan
Secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak. Dalam hal ini, evaluasi dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalah-masalah kebijakan, program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak kebijakan.

6.       Pengertian Distribusi Kekuasaan

Model–Model Distribusi Kekuasaan
A. Model Elite Berkuasa
Model ini mengemukakan bahwa dalam semua masyarakat akan selalu terdapat suatu kelompok kecil yang berkuasa atas mayoritas warga. Membagi kategori warga dalam konteks kekuasaan ke dalam dua kelompok besar. Pertama, kelompok atau kelas yang memerintah (pemerintah), yang terdiri dari sedikit orang melaksanakan fungsi politik, memonopoli kekuasaan, dan menikmatinya. Dan kedua, kelas yang diperintah, yang berjumlah banyak, dan berkecenderungan dimobilisasi oleh penguasa dengan cara-cara yang kurang lebih berdasar hukum dan juga paksaan.
B. Model Pluralis
Asumsi yang terbangun dalam masyarakat yang relatif demokratis adalah setiap individu menjadi satu anggota suatu kelompok atau lebih berdasar pada preferensinya atas kepentingan-kepentingan yang melatar belakanginya. Dalam konteks ini kelompok berfungsi sebagai wadah perjuangan kepentingan para anggota dan menjadi perantara antara para anggotanya, sehingga yang dimaksud dengan model elite yang berkuasa di sini ialah para kelompok yang saling bersaing dan berdialektika sesama kelompok lain dalam mempengaruhi keputusan-keputusan yang akan dibuat pemerintah demi terlaksananya keinginan dan kebutuhan kelompok.
C. Model Kekuasaan Popular
Asumsi yang mendasari model populis atau kerakyatan adalah demokrasi. Di mana pada sistem politik demokrasi (liberal) yang dibangun adalah sikap individualisme. Individualisme sendiri diasumsikan sebagai: (1) setiap warga negara yang telah dewasa mempunyai hak memilih dalam pemilihan umum; (2) setiap warga negara yang sudah dewasa yang mempunyai minat yang besar untuk aktif dalam proses politik; serta (3) setiap warga negara yang dewasa mempunyai kemampuan untuk mengadakan penilaian terhadap proses politik karena mereka memiliki informasi yang memadai.

2.1.2  Pengertian strategi, pengertian politik dan strategi nasional
Politik dan Strategi Nasional
Politik nasional diartikan sebagai kebijakan umum dan pengambilan kebijakan untuk mencapai suatu cita-cita dan tujuan nasional. Dengan demikian definisi politik nasional adalah asas, haluan, usaha serta kebijaksanaan Negara tentang pembinaan (perencanaan, pengembangan, pemeliharaan dan pengendalian) serta penggunaan kekuatan nasional untuk mencapai tujuan nasional. Strategi nasional disusun untuk pelaksanaan politik nasional, misalnya strategi jangka pendek , menengah, dan jangka panjang. Jadi strategi adalah cara melaksanakan politik nasional dalam mencapai sasaran dan tujuan yang ditetapkan oleh politik nasional.

2.1.3  Dasar pemikiran penyusunan Polstranas
Penyusunan politik dan strategi nasional perlu memahami pokok pokok pikiran yang terkandung dalam sistem manajemen nasional yang berlandaskan ideologi Pancasila, UUD 1945, wawasan Nusantara dan Ketahanan nasional.
Landasan pemikiran dalam sistem manajemen nasional ini sangat penting sebagai kerangka acuan dalam penyusunan politik dan strategi nasional, karena didalamnya terkandung dasar Negara, cita-cita nasional, dan konsep strategis bangsa Indonesia.

2.1.4  Penyusunan politik dan strategi nasional
Politik dan strategi nasional yang telah berlangsung selama ini disusun berdasarkan sistem kenegaraan menurut UUD 1945. sejak tahun 1985 telah berkembang pendapat yang menyatakan bahwa jajaran pemerintah dan lembaga-lembaga yang tersebut dalam UUD 1945 merupakan “ superstruktur politik”. Lembaga-lembaga tersebut adalah majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan perwakilan rakyat(DPR), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan MA. Sedangkan badan-badan yang ada dalam masyarakat disebut sebagai “infrastruktur politik” yang mencakup pranata politik yang ada dalam masyarakat seperti partai politik, organisasi kemasyarakatan, media massa , kelompok kepentingan dan kelompok penekan, superstruktur dan infrastruktur politik harus dapat bekerja sama dan memiliki kekuatan yang seimbang.
Mekanisme penyusunan politik dan strategi nasional ditingkat supra struktur politik diatur oleh presiden. Dalam melaksanakan tugas ini, presiden dibantu oleh berbagai lembaga tinggi negara lainnya serta dewan-dewan  yang merupakan badan koordinasi seperti Dewan stabilitas Ekonomi nasional , Dewan penerbangan dan antariksa nasional RI, dewan maritim, dewan otonomi daerah dan dewan stabilitas politik dan keamanan.

2.1.5  Stratifikasi politik dan strategi nasional dan daerah
Stratifikasi politik (kebijakan) nasional dalam Negara Republik Indonesia sebagai berikut.
1.       Tingkat Penentu Kebijakan Puncak
a.       Tingkat kebijakan puncak meliputi kebijakan tertinggi yang menyeluruh secara nasional dan mencakup : penentuan Undang-Undang Dasar, penggarisan masalah makro politik bangsa dan negara untuk merumuskan tujuan nasional (national goals) berdasarkan falsafah Pancasila dan UUD 1945. Hasil-hasilnya berbentuk :
i.        Undang-undang yang kekuasaan pembuatnya terletak di tangan presiden dengan persetujuan DPR (UUD 1945, Pasal 5 ayat (1) atau Peraturan  Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu), dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa).
ii.       Peraturan pemerintah untuk mengatur pelaksanaan undang-undang yang wewenang penerbitannya berada di tangan presiden (UUD 1945) pasal 5 ayat (2).
iii.      Keputusan atau instruksi presiden  yang berisi kebijakan-kebijakan penyelenggaraan pemerintahan yang wewenang pengeluarannya berada di tangan Presiden dalam rangka pelaksanaan kebijakan nasional dan perundang-undangan yang berlaku (UUD 1945, pasal 4 ayat (1).
iv.      Dalam keadaan tertentu dapat pula dikeluarkan Maklumat Presiden.
b.       Dalam hal dan keadaan yang menyangkut kekuasaan kepala negara seperti tercantum pada pasal-pasal 10 sampai dengan 15 UUD 1945, tingkat penentuan kebijakan puncak ini juga mencakup kewenangan presiden sebagai kepala negara. Bentuk hukum dari kebijakan nasional yang ditentukan oleh Kepala Negara itu dapat berupa dekrit, peraturan atau piagam kepala negara.

2.       Tingkat Kebijakan Umum
Tingkat Kebijakan Umum merupakan tingkat kebijakan di bawah tingkat kebijakan puncak yang lingkupnya juga menyeluruh nasional dan berupa penggarisan mengenai masalah-makro strategis guna mencapai tujuan nasional dalam situasi dan kondisi tertentu . Kebijakan ini adalah penjabaran kebijakan puncak guna merumuskan strategi administrasi, sistem dan prosedur dalam bidang utama tersebut. Wewenang kebijakan umum berada di tangan menteri berdasarkan kebijakan pada tingkat di atasnya. Hasilnya dirumuskan dalam bentuk Peraturan menteri, Keputusan Menteri atau Instruksi Menteri dalam bidang pemerintahan yang dipertanggungjawabkan kepadanya. Dalam keadaan tertentu menteri juga dapat mengenal Surat Edaran Menteri.

3.       Tingkat Penentu Kebijakan Khusus
Kebijakan khusus merupakan penggarisan terhadap suatu bidang utama (major area) pemerintahan. Wewenang pengeluaran kebijakan khusus ini terletak di tangan pimpinan eselon pertama departemen pemerintahan dan pimpinan lembaga-lembaga non departemen. Hasil penentuan kebijakan dirumuskan dalam bentuk Peraturan, Keputusan atau Instruksi Pimpinan Lembaga Non Departemen atau Direktur Jenderal atau pimpinan lembaga non departemen itu lazimnya merupakan pedoman pelaksanaan. Di dalam tata laksana pemerintahan, sekjen sebagai pembantu utama menteri bertugas mempersiapkan dan merumuskan kebijakan umum menteri dan pimpinan rumah tangga departemen. Selain itu inspektur jenderal dalam penyelenggaraan pengendalian departemen. Ia juga mempunyai wewenang untuk membantu mempersiapkan kebijakan umum menteri.

4.       Tingkat Penentuan Kebijakan Teknis
Kebijakan teknis meliputi penggarisan dalam satu sektor dari bidang utama di atas dalam bentuk prosedur serta teknik untuk mengimplementasikan rencana, program dan kegiatan. Kebijakan teknis ini dilakukan oleh kepala daerah, provinsi dan kabupaten/kota.

2.1.6  Politik pembangunan nasional dan manajemen nasional
Politik merupakan cara untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan politik bangsa Indonesia telah tercantum dalam pembukaan UUD 1945, yaitu melindungi segenap seluruh bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dengan demikian politik pembangunan harus berpedoman kepada pembukaan UUD 1945.
Politik pembangunan sebagai pedoman dalam pembangunan nasional memerlukan kepaduan tata nilai, struktur, dan proses. Keterpaduan tersebut merupakan himpunan usaha untuk mencapai efisiensi, daya guna, dan hasil guna sebesar mungkin dalam penggunaan sumber dana dan daya nasional guna mewujudkan tujuan nasional. Karena itu, kita memerlukan sistem manajemen nasional berfungsi memadukan penyelenggaraan siklus kegiatan perumusan, pelaksanaan, dan pengendalian pelaksanaan kebijaksanaan. Sistem manajemen nasional memadukan seluruh upaya manajerial yang melibatkan pengambilan keputusan berkewenangan dalam rangka penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara untuk mewujudkan ketertiban nasional sosial, politik, dan administrasi.

2.1.7  Otonomi Daerah
Penyelenggaraan negara secara garis besar diselenggarakan dengan dua sistem yakni sistem sentralisasi dan sistem desentralisasi. Sistem sentralisasi jika urusan yang bersangkutan dengan aspek kehidupan dikelola di tingkat pusat. Pada hakikatnya sifat sentralistis itu merupakan konsekuensi dari sifat negara kesatuan.
Perdebatan penyelenggaraan negara yang sentralistis yang dipertentangkan dengan desentralisasi sudah sangat lama diperbincangkan, namun sampai sekarang isu-isu tentang penyelenggaraan negara yang diinginkan terus berkembang sebagaimana dikemukakan oleh Graham (1980:219) yang menyatakan “ The old over decentralized versus centralized development strategies may will be dead, but the issues are still very much alive”.
Dalam perkembangan selanjutnya nampaknya desentralisasi merupakan pilihan yang dianggap terbaik untuk menyelenggarakan pemerintahan, meskipun implementasinya di beberapa negara, terutama di negara ketiga masih banyak mendapat ganjalan struktural, sehingga penyelenggaraan desentralisasi politik masih setengah hati (Abdul Wahab, 1994).

Pengertian Otonomi Daerah
Sistem desentralisasi adalah sistem dimana sebagian urusan pemerintahan diserahkan kepada daerah untuk menjadi urusan rumah tangganya. Dengan demikian daerah bertanggung jawab sepenuhnya pengelolaan baik dari aspek perencanaan, peralatan dan pembiayaan maupun personil dan lain-lainnya.
Desentralisasi dan otonomi didefinisikan dalam berbagai pengertian. Rondinelli (1981) mendefinisikan desentralisasi sebagai” as a the transfer or delegation of legal and political authority to plan, make decision and manage public functions from central government and its agencies to field organization of those agencies, subordinate unit of government, semi-autonomous public corporations, area wide or regional development authorities, functional authorities, autonomous local government, or non-government organization ( Suatu transfer atau delegasi kewenangan legal dan politik untuk merencanakan , membuat keputusan dan mengelola fungsi-fungsi publik dari pemerintah pusat dan agen-agennya kepada petugas lapangan, korporasi-korporasi publik semi otonom, kewenangan pembangunan wilayah atau regional, pemerintah lokal yang otonom atau organisasi non pemerintah ).
PBB pada tahun 1962 memberikan pengertian desentralisasi sebagai berikut; pertama, dekonsentrasi yang juga disebut dekonsentrasi birokrasi dan administrasi. Kedua, devolusi yang sering disebut desentralisasi demokrasi dan politik (Zauhar, 1994).

2.1.8  Masyarakat Madani (civil society)
Masyarakat madani berasal dari bahasa Inggris, civil society. Kata civil society sebenarnya berasal dari bahasa Latin yaitu civitas dei yang artinya “kota Illahi” dan society yang berarti masyarakat. Dari kata civil akhirnya membentuk kata civilization yang berarti peradaban (Gellner seperti yang dikutip Mahasin 1995). Oleh sebab itu, kata civil society dapat diartikan sebagai komunitas masyarakat kota, yakni masyarakat yang telah berperadaban maju. Konsepsi seperti ini, pada awalnya lebih merujuk pada dunia Islam yang ditunjukkan oleh masyarakat kota Madina. Sebaliknya, lawan dari kata atau istilah masyarakat non madani adalah kaum pengembara, badawah, yang masih membawa citranya yang kasar, berwawasan pengetahuan yang sempit, masyarakat puritan, tradisional penuh mitos dan takhayul, banyak memainkan kekuasaan dan kekuatan, sering dan suka menindas, serta sifat-sifat negatif lainnya.
Gellner (1995) menyatakan bahwa masyarakat madani akan terwujud ketika terjadi tatanan masyarakat yang harmonis, yang bebas dari eksploitasi dan penindasan, pendek kata, masyarakat madani ialah kondisi suatu komunitas yang jauh dari monopoli kebenaran dan kekuasaan. Kebenaran dan kekuasaan adalah milik bersama. Setiap anggota masyarakat madani tidak bias ditekan, ditakut-takuti, diganggu kebebasannya, semakin dijauhkan dari demokrasi, dan sejenisnya. Oleh karena itu, perjuangan menuju masyarakat madani pada hakikatnya merupakan proses panjang dan produk sejarah yang abadi, dan perjuangan melawan kezaliman dan dominasi para penguasa menjadi ciri utama masyarakat madani.
Istilah madani menurut Munawir (1997) sebenarnya berasal dari bahasa Arab, madaniy. Kata madaniy berakar dari kata kerja madana yang berarti mendiami, tinggal, atau membangun. Kemudian berubah istilah menjadi madaniy yang artinya beradab, orang kota, orang sipil, dan yang bersifat sipil atau perdata. Dengan demikian istilah madaniy dalam bahasa Arab mempunyai banyak arti. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Hall (1998), yang menyatakan bahwa masyarakat madani identik dengan civil society, artinya suatu ide, angan-angan, bayangan, cita-cita suatu komunitas yang dapat terjewantahkan ke dalam kehidupan sosial. Dalam masyarakat madani, pelaku sosial akan berpegang teguh pada peradaban dan kemanusiaan.
Masyarakat madani merupakan masyarakat modern yang bercirikan kebebasan dan demokratisasi dalam berinteraksi di masyarakat yang semakin plural dan heterogen. Dalam keadaan seperti ini masyarakat diharapkan mampu mengorganisasikan dirinya, dan tumbuh kesadaran diri dalam mewujudkan peradaban. Mereka akhirnya mampu mengatasi dan berpartisipasi dalam kondisi global, kompleks, penuh persaingan dan perbedaan. Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat madani pada prinsipnya memiliki multimakna, yaitu masyarakat yang demokratis, menjunjung tinggi etika dan moralitas, transparan, toleransi, berpotensi, aspiratif, bermotivasi, berpartisipasi, konsisten, memiliki perbandingan, mampu berkoordinasi, sederhana, sinkron, integral, mengakui emansipasi, dan hak asasi, namun yang paling dominan adalah masyarakat yang demokratis.


BAB III
PENUTUP

3.1     Kesimpulan
Politik Nasional merupakan suatu cara dan upaya yang dilakukan demi tercapainya tujuan nasional. Agar tercapainya tujuan nasional maka diperlukan suatu kebijakan-kebijakan yang dibagi menjadi rencana jangka pendek, menengah dan jangka panjang yang disebut Strategi Nasional. Namun tentu tak bisa dipungkiri dalam usaha untuk mencapai tujuan politik nasional akan mengalami banyak kendala. Dan Tujuan akhir dari adanya Politik Nasional ini sesuai dengan hakikat politik yaitu untuk kesejahteraan rakyat.




DAFTAR PUSTAKA

https://catataneonni.wordpress.com/2015/04/30/pengertian-politik-negara-kekuasaan-pengambilan-keputusan-kebijakan-umum-dan-distribusi-kekuasaan/
Hurri, I., & Munajat, A. (2016). PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Panduan Untuk
https://www.academia.edu/32672791/Politik_Strategi_Nasional
http://thesharenation.blogspot.com/2019/07/politik-dan-strategi-nasional.html. Diakses 19 Juli 2019



Komentar