Pendidikan Kewarganegaraan
MAKALAH
PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN
"POLITIK DAN
STRATEGI NASIONAL"
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Kata Politik itu berasal
dari kata Politikos (Bahasa Yunani) bisa diartikan sebagai proses
pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang diwujudkan untuk pengambilan
keputusan dalam suatu negara. Namun arti politik sesungguhnya sangatlah luas
untuk diartikan , dan mungkin sebagian orang awam akan menganggap bahwa politik
itu berhubungan dengan kebijakan, kekuasaan, dan pemerintahan. Perlu kita
ketahui bersama bahwa sistem perpolitikan yang berlaku disuatu negara tentulah
dipengaruhi oleh banyak faktor dimana salah satunya dari kejadian masa lalu
atau sejarah. Tentu kita tahu bahwa para tokoh pendiri bangsa ini saat
merumuskan Pancasila itu merupakan suatu kegiatan politik, serta mencapai
kemerdekaan merupakan suatu tujuan dari politik.
Politik nasional
diartikan sebagai kebijakan umum dan pengambilan kebijakan untuk mencapai suatu
cita-cita dan tujuan nasional. Dengan demikian definisi politik nasional adalah
asas, haluan, usaha serta kebijaksanaan Negara tentang pembinaan (perencanaan,
pengembangan, pemeliharaan dan pengendalian) serta penggunaan kekuatan nasional
untuk mencapai tujuan nasional.
Berikut penulis berikan
pembahasan materi Politik dan Strategi Nasional yang penulis ambil dari
beberapa sumber.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Apa pengertian
politik, negara, kekuasaan, pengambil keputusan, kebijakan umum, distribusi
kekuasaan?
2. Apa pengertian
strategi, politik dan strategi nasional?
3. Apa saja dasar
pemikiran penyusunan Polstranas?
4. Bagaimana penyusunan
politik dan strategi nasional?
5. Bagaimana stratifikasi
politik dan strategi nasional dan daerah?
6. Bagaimana politik
pembangunan nasional dan manajemen nasional?
7. Apa itu Otonomi
Daerah?
8. Apa itu Masyarakat
Madani (civil society)?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Politik
dan Strategi Nasional
2.1.1 Pengertian
politik, negara, kekuasaan, pengambil keputusan, kebijakan umum, distribusi
kekuasaan
1. Pengertian
Politik
Politik adalah proses
pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud
proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan
upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik
yang dikenal dalam ilmu politik.
Di samping itu, politik
juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda. Yaitu antara lain:
1. Politik adalah usaha
yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik
Aristoteles)
2. Politik adalah hal
yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara
3. Politik merupakan
kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di
masyarakat
4. Politik adalah segala
sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.
2. Pengertian
Negara
Negara adalah suatu
wilayah di permukaan bumi yang kekuasaannya baik politik, militer, ekonomi,
sosial maupun budayanya diatur oleh pemerintahan yang berada di wilayah
tersebut. Negara juga merupakan suatu wilayah yang memiliki suatu sistem atau
aturan yang berlaku bagi semua individu di wilayah tersebut, dan berdiri secara
independen. Syarat primer sebuah negara adalah memiliki rakyat, memiliki
wilayah, dan memiliki pemerintahan yang berdaulat. Sedangkan syarat sekundernya
adalah mendapat pengakuan dari negara lain.
Unsur-unsur Terbentuknya
Negara
Unsur-unsur negara adalah
bagian yang penting untuk membentuk suatu negara, sehingga negara memiliki
pengertian yang utuh. Jika salah satu unsur tidak terpenuhi, maka tidak sempurnalah
negara itu. Negara dapat memiliki status yang kokoh jika didukung oleh minimal
tiga unsur utama, yaitu rakyat, wilayah, dan pemerintah berdaulat. Selain itu,
ada satu unsur tambahan, yaitu pengakuan dari negara lain.
3. Pengertian
Kekuasaan
Kekuasaan adalah
kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok guna menjalankan
kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak
boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh (Miriam Budiardjo, 2002).
Atau Kekuasaan merupakan kemampuan memengaruhi pihak lain untuk berpikir dan
berperilaku sesuai dengan kehendak yang memengaruhi (Ramlan Surbakti, 1992).
Dalam pembicaraan umum,
kekuasaan dapat berarti kekuasaan golongan, kekuasaan raja, kekuasaan pejabat
negara. Sehingga tidak salah bila dikatakan kekuasaan adalah kemampuan untuk
mempengaruhi pihak lain menurut kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan
tersebut. Robert Mac Iver mengatakan bahwa Kekuasaan adalah kemampuan untuk
mengendalikan tingkah laku orang lain baik secara langsung dengan jalan memberi
perintah/dengan tidak langsung dengan jalan menggunakan semua alat dan cara yang
tersedia. Kekuasaan biasanya berbentuk hubungan, ada yang memerintah dan ada
yang diperintah. Manusia berlaku sebagai subjek sekaligus objek dari kekuasaan.
Contohnya Presiden, ia membuat UU (subyek dari kekuasaan) tetapi juga harus
tunduk pada Undang-Undang (objek dari kekuasaan).
4. Pengertian
Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan
dapat dianggap sebagai suatu hasil atau keluaran dari proses mental atau
kognitif yang membawa pada pemilihan suatu jalur tindakan di antara beberapa
alternatif yang tersedia. Setiap proses pengambilan keputusan selalu
menghasilkan satu pilihan final. Keluarannya bisa berupa suatu tindakan (aksi)
atau suatu opini terhadap pilihan.
Istilah decision
making/pengambilan keputusan menunjuk pada proses yang terjadi sampai keputusan
itu tercapai.
Dengan kata lain
pengambilan keputusan:
1. Merupakan proses
dengan langkah-langkah tertentu
2. Dilakukan sebagai
upaya mengatasi/memecahkan masalah
3. Adalah proses
menentukan satu pilihan alternatif
4. Hanya dilakukan satu
kali saja
5. Mengandung suatu
risiko
5. Pengertian
Kebijakan Umum
Kebijakan publik
Berdasarkan berbagai
definisi para ahli kebijakan publik, kebijakan publik adalah
kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sebagai pembuat kebijakan untuk
mencapai tujuan-tujuan tertentu di masyarakat di mana dalam penyusunannya
melalui berbagai tahapan.
Tahap-tahap pembuatan
kebijakan publik menurut William Dunn adalah sebagai berikut:
A. Penyusunan Agenda
Penyusunan agenda adalah
sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam realitas kebijakan publik.
Dalam proses inilah ada ruang untuk memaknai apa yang disebut sebagai masalah
publik dan agenda publik perlu diperhitungkan. Jika sebuah isu telah menjadi
masalah publik, dan mendapatkan prioritas dalam agenda publik, maka isu
tersebut berhak mendapatkan alokasi sumber daya publik yang lebih daripada isu
lain. Dalam penyusunan agenda juga sangat penting untuk menentukan suatu isu
publik yang akan diangkat dalam suatu agenda pemerintah. Isu kebijakan (policy
issues) sering disebut juga sebagai masalah kebijakan (policy problem). Policy
issues biasanya muncul karena telah terjadi silang pendapat di antara para
aktor mengenai arah tindakan yang telah atau akan ditempuh, atau pertentangan
pandangan mengenai karakter permasalahan tersebut.
B. Formulasi Kebijakan
Masalah yang sudah masuk
dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan.
Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah yang
terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau
pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk
masuk dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing
alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk
memecahkan masalah.
C. Adopsi/Legitimasi
Kebijakan
Tujuan legitimasi adalah
untuk memberikan otorisasi pada proses dasar pemerintahan. Jika tindakan
legitimasi dalam suatu masyarakat diatur oleh kedaulatan rakyat, warga negara
akan mengikuti arahan pemerintah.
D. Penilaian/Evaluasi
Kebijakan
Secara umum evaluasi
kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut estimasi atau
penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak. Dalam hal
ini, evaluasi dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi
kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan
dalam seluruh proses kebijakan. Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa
meliputi tahap perumusan masalah-masalah kebijakan, program-program yang
diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap
dampak kebijakan.
6. Pengertian
Distribusi Kekuasaan
Model–Model Distribusi
Kekuasaan
A. Model Elite Berkuasa
Model ini mengemukakan
bahwa dalam semua masyarakat akan selalu terdapat suatu kelompok kecil yang
berkuasa atas mayoritas warga. Membagi kategori warga dalam konteks kekuasaan
ke dalam dua kelompok besar. Pertama, kelompok atau kelas yang memerintah (pemerintah),
yang terdiri dari sedikit orang melaksanakan fungsi politik, memonopoli
kekuasaan, dan menikmatinya. Dan kedua, kelas yang diperintah, yang berjumlah
banyak, dan berkecenderungan dimobilisasi oleh penguasa dengan cara-cara yang
kurang lebih berdasar hukum dan juga paksaan.
B. Model Pluralis
Asumsi yang terbangun
dalam masyarakat yang relatif demokratis adalah setiap individu menjadi satu
anggota suatu kelompok atau lebih berdasar pada preferensinya atas
kepentingan-kepentingan yang melatar belakanginya. Dalam konteks ini kelompok
berfungsi sebagai wadah perjuangan kepentingan para anggota dan menjadi
perantara antara para anggotanya, sehingga yang dimaksud dengan model elite
yang berkuasa di sini ialah para kelompok yang saling bersaing dan berdialektika
sesama kelompok lain dalam mempengaruhi keputusan-keputusan yang akan dibuat
pemerintah demi terlaksananya keinginan dan kebutuhan kelompok.
C. Model Kekuasaan
Popular
Asumsi yang mendasari
model populis atau kerakyatan adalah demokrasi. Di mana pada sistem politik
demokrasi (liberal) yang dibangun adalah sikap individualisme. Individualisme
sendiri diasumsikan sebagai: (1) setiap warga negara yang telah dewasa
mempunyai hak memilih dalam pemilihan umum; (2) setiap warga negara yang sudah
dewasa yang mempunyai minat yang besar untuk aktif dalam proses politik; serta
(3) setiap warga negara yang dewasa mempunyai kemampuan untuk mengadakan
penilaian terhadap proses politik karena mereka memiliki informasi yang
memadai.
2.1.2 Pengertian
strategi, pengertian politik dan strategi nasional
Politik dan Strategi
Nasional
Politik nasional
diartikan sebagai kebijakan umum dan pengambilan kebijakan untuk mencapai suatu
cita-cita dan tujuan nasional. Dengan demikian definisi politik nasional adalah
asas, haluan, usaha serta kebijaksanaan Negara tentang pembinaan (perencanaan,
pengembangan, pemeliharaan dan pengendalian) serta penggunaan kekuatan nasional
untuk mencapai tujuan nasional. Strategi nasional disusun untuk pelaksanaan
politik nasional, misalnya strategi jangka pendek , menengah, dan jangka
panjang. Jadi strategi adalah cara melaksanakan politik nasional dalam mencapai
sasaran dan tujuan yang ditetapkan oleh politik nasional.
2.1.3 Dasar
pemikiran penyusunan Polstranas
Penyusunan politik dan
strategi nasional perlu memahami pokok pokok pikiran yang terkandung dalam
sistem manajemen nasional yang berlandaskan ideologi Pancasila, UUD 1945,
wawasan Nusantara dan Ketahanan nasional.
Landasan pemikiran dalam
sistem manajemen nasional ini sangat penting sebagai kerangka acuan dalam
penyusunan politik dan strategi nasional, karena didalamnya terkandung dasar
Negara, cita-cita nasional, dan konsep strategis bangsa Indonesia.
2.1.4 Penyusunan
politik dan strategi nasional
Politik dan strategi
nasional yang telah berlangsung selama ini disusun berdasarkan sistem
kenegaraan menurut UUD 1945. sejak tahun 1985 telah berkembang pendapat yang
menyatakan bahwa jajaran pemerintah dan lembaga-lembaga yang tersebut dalam UUD
1945 merupakan “ superstruktur politik”. Lembaga-lembaga tersebut adalah
majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan perwakilan rakyat(DPR), Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) dan MA. Sedangkan badan-badan yang ada dalam
masyarakat disebut sebagai “infrastruktur politik” yang mencakup pranata
politik yang ada dalam masyarakat seperti partai politik, organisasi
kemasyarakatan, media massa , kelompok kepentingan dan kelompok penekan,
superstruktur dan infrastruktur politik harus dapat bekerja sama dan memiliki
kekuatan yang seimbang.
Mekanisme penyusunan
politik dan strategi nasional ditingkat supra struktur politik diatur oleh
presiden. Dalam melaksanakan tugas ini, presiden dibantu oleh berbagai lembaga
tinggi negara lainnya serta dewan-dewan yang merupakan badan koordinasi
seperti Dewan stabilitas Ekonomi nasional , Dewan penerbangan dan antariksa
nasional RI, dewan maritim, dewan otonomi daerah dan dewan stabilitas politik
dan keamanan.
2.1.5 Stratifikasi
politik dan strategi nasional dan daerah
Stratifikasi politik
(kebijakan) nasional dalam Negara Republik Indonesia sebagai berikut.
1. Tingkat
Penentu Kebijakan Puncak
a. Tingkat
kebijakan puncak meliputi kebijakan tertinggi yang menyeluruh secara nasional
dan mencakup : penentuan Undang-Undang Dasar, penggarisan masalah makro politik
bangsa dan negara untuk merumuskan tujuan nasional (national goals) berdasarkan
falsafah Pancasila dan UUD 1945. Hasil-hasilnya berbentuk :
i. Undang-undang
yang kekuasaan pembuatnya terletak di tangan presiden dengan persetujuan DPR
(UUD 1945, Pasal 5 ayat (1) atau Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (Perpu), dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa).
ii. Peraturan
pemerintah untuk mengatur pelaksanaan undang-undang yang wewenang penerbitannya
berada di tangan presiden (UUD 1945) pasal 5 ayat (2).
iii. Keputusan
atau instruksi presiden yang berisi kebijakan-kebijakan
penyelenggaraan pemerintahan yang wewenang pengeluarannya berada di tangan
Presiden dalam rangka pelaksanaan kebijakan nasional dan perundang-undangan
yang berlaku (UUD 1945, pasal 4 ayat (1).
iv. Dalam
keadaan tertentu dapat pula dikeluarkan Maklumat Presiden.
b. Dalam
hal dan keadaan yang menyangkut kekuasaan kepala negara seperti tercantum pada
pasal-pasal 10 sampai dengan 15 UUD 1945, tingkat penentuan kebijakan puncak
ini juga mencakup kewenangan presiden sebagai kepala negara. Bentuk hukum dari
kebijakan nasional yang ditentukan oleh Kepala Negara itu dapat berupa dekrit,
peraturan atau piagam kepala negara.
2. Tingkat
Kebijakan Umum
Tingkat Kebijakan Umum
merupakan tingkat kebijakan di bawah tingkat kebijakan puncak yang lingkupnya
juga menyeluruh nasional dan berupa penggarisan mengenai masalah-makro
strategis guna mencapai tujuan nasional dalam situasi dan kondisi tertentu .
Kebijakan ini adalah penjabaran kebijakan puncak guna merumuskan strategi
administrasi, sistem dan prosedur dalam bidang utama tersebut. Wewenang
kebijakan umum berada di tangan menteri berdasarkan kebijakan pada tingkat di
atasnya. Hasilnya dirumuskan dalam bentuk Peraturan menteri, Keputusan Menteri
atau Instruksi Menteri dalam bidang pemerintahan yang dipertanggungjawabkan
kepadanya. Dalam keadaan tertentu menteri juga dapat mengenal Surat Edaran
Menteri.
3. Tingkat
Penentu Kebijakan Khusus
Kebijakan khusus
merupakan penggarisan terhadap suatu bidang utama (major area) pemerintahan.
Wewenang pengeluaran kebijakan khusus ini terletak di tangan pimpinan eselon
pertama departemen pemerintahan dan pimpinan lembaga-lembaga non departemen.
Hasil penentuan kebijakan dirumuskan dalam bentuk Peraturan, Keputusan atau
Instruksi Pimpinan Lembaga Non Departemen atau Direktur Jenderal atau pimpinan
lembaga non departemen itu lazimnya merupakan pedoman pelaksanaan. Di dalam
tata laksana pemerintahan, sekjen sebagai pembantu utama menteri bertugas
mempersiapkan dan merumuskan kebijakan umum menteri dan pimpinan rumah tangga
departemen. Selain itu inspektur jenderal dalam penyelenggaraan pengendalian
departemen. Ia juga mempunyai wewenang untuk membantu mempersiapkan kebijakan
umum menteri.
4. Tingkat
Penentuan Kebijakan Teknis
Kebijakan teknis meliputi
penggarisan dalam satu sektor dari bidang utama di atas dalam bentuk prosedur
serta teknik untuk mengimplementasikan rencana, program dan kegiatan. Kebijakan
teknis ini dilakukan oleh kepala daerah, provinsi dan kabupaten/kota.
2.1.6 Politik
pembangunan nasional dan manajemen nasional
Politik merupakan cara
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan politik bangsa
Indonesia telah tercantum dalam pembukaan UUD 1945, yaitu melindungi segenap
seluruh bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Dengan demikian politik pembangunan harus berpedoman kepada pembukaan UUD 1945.
Politik pembangunan
sebagai pedoman dalam pembangunan nasional memerlukan kepaduan tata nilai,
struktur, dan proses. Keterpaduan tersebut merupakan himpunan usaha untuk
mencapai efisiensi, daya guna, dan hasil guna sebesar mungkin dalam penggunaan
sumber dana dan daya nasional guna mewujudkan tujuan nasional. Karena itu, kita
memerlukan sistem manajemen nasional berfungsi memadukan penyelenggaraan siklus
kegiatan perumusan, pelaksanaan, dan pengendalian pelaksanaan kebijaksanaan.
Sistem manajemen nasional memadukan seluruh upaya manajerial yang melibatkan
pengambilan keputusan berkewenangan dalam rangka penyelenggaraan kehidupan
berbangsa dan bernegara untuk mewujudkan ketertiban nasional sosial, politik,
dan administrasi.
2.1.7 Otonomi
Daerah
Penyelenggaraan negara
secara garis besar diselenggarakan dengan dua sistem yakni sistem sentralisasi
dan sistem desentralisasi. Sistem sentralisasi jika urusan yang bersangkutan
dengan aspek kehidupan dikelola di tingkat pusat. Pada hakikatnya sifat
sentralistis itu merupakan konsekuensi dari sifat negara kesatuan.
Perdebatan penyelenggaraan
negara yang sentralistis yang dipertentangkan dengan desentralisasi sudah
sangat lama diperbincangkan, namun sampai sekarang isu-isu tentang
penyelenggaraan negara yang diinginkan terus berkembang sebagaimana dikemukakan
oleh Graham (1980:219) yang menyatakan “ The old over decentralized versus centralized
development strategies may will be dead, but the issues are still
very much alive”.
Dalam perkembangan
selanjutnya nampaknya desentralisasi merupakan pilihan yang dianggap terbaik
untuk menyelenggarakan pemerintahan, meskipun implementasinya di beberapa
negara, terutama di negara ketiga masih banyak mendapat ganjalan struktural,
sehingga penyelenggaraan desentralisasi politik masih setengah hati (Abdul
Wahab, 1994).
Pengertian Otonomi Daerah
Sistem desentralisasi
adalah sistem dimana sebagian urusan pemerintahan diserahkan kepada daerah
untuk menjadi urusan rumah tangganya. Dengan demikian daerah bertanggung jawab
sepenuhnya pengelolaan baik dari aspek perencanaan, peralatan dan pembiayaan
maupun personil dan lain-lainnya.
Desentralisasi dan
otonomi didefinisikan dalam berbagai pengertian. Rondinelli (1981)
mendefinisikan desentralisasi sebagai” as a the transfer or delegation of
legal and political authority to plan, make decision and manage public
functions from central government and its agencies to field organization of
those agencies, subordinate unit of government, semi-autonomous public
corporations, area wide or regional development authorities, functional
authorities, autonomous local government, or non-government organization (
Suatu transfer atau delegasi kewenangan legal dan politik untuk merencanakan ,
membuat keputusan dan mengelola fungsi-fungsi publik dari pemerintah pusat dan
agen-agennya kepada petugas lapangan, korporasi-korporasi publik semi otonom,
kewenangan pembangunan wilayah atau regional, pemerintah lokal yang otonom atau
organisasi non pemerintah ).
PBB pada tahun 1962
memberikan pengertian desentralisasi sebagai berikut; pertama, dekonsentrasi
yang juga disebut dekonsentrasi birokrasi dan administrasi. Kedua, devolusi
yang sering disebut desentralisasi demokrasi dan politik (Zauhar, 1994).
2.1.8 Masyarakat
Madani (civil society)
Masyarakat madani berasal
dari bahasa Inggris, civil society. Kata civil society sebenarnya berasal dari
bahasa Latin yaitu civitas dei yang artinya “kota Illahi” dan society yang
berarti masyarakat. Dari kata civil akhirnya membentuk kata civilization yang
berarti peradaban (Gellner seperti yang dikutip Mahasin 1995). Oleh sebab itu,
kata civil society dapat diartikan sebagai komunitas masyarakat kota, yakni
masyarakat yang telah berperadaban maju. Konsepsi seperti ini, pada awalnya
lebih merujuk pada dunia Islam yang ditunjukkan oleh masyarakat kota Madina.
Sebaliknya, lawan dari kata atau istilah masyarakat non madani adalah kaum
pengembara, badawah, yang masih membawa citranya yang kasar, berwawasan
pengetahuan yang sempit, masyarakat puritan, tradisional penuh mitos dan
takhayul, banyak memainkan kekuasaan dan kekuatan, sering dan suka menindas,
serta sifat-sifat negatif lainnya.
Gellner (1995) menyatakan
bahwa masyarakat madani akan terwujud ketika terjadi tatanan masyarakat yang
harmonis, yang bebas dari eksploitasi dan penindasan, pendek kata, masyarakat
madani ialah kondisi suatu komunitas yang jauh dari monopoli kebenaran dan
kekuasaan. Kebenaran dan kekuasaan adalah milik bersama. Setiap anggota
masyarakat madani tidak bias ditekan, ditakut-takuti, diganggu kebebasannya,
semakin dijauhkan dari demokrasi, dan sejenisnya. Oleh karena itu, perjuangan
menuju masyarakat madani pada hakikatnya merupakan proses panjang dan produk
sejarah yang abadi, dan perjuangan melawan kezaliman dan dominasi para penguasa
menjadi ciri utama masyarakat madani.
Istilah madani menurut
Munawir (1997) sebenarnya berasal dari bahasa Arab, madaniy. Kata madaniy
berakar dari kata kerja madana yang berarti mendiami, tinggal, atau membangun.
Kemudian berubah istilah menjadi madaniy yang artinya beradab, orang kota,
orang sipil, dan yang bersifat sipil atau perdata. Dengan demikian istilah
madaniy dalam bahasa Arab mempunyai banyak arti. Pendapat yang sama dikemukakan
oleh Hall (1998), yang menyatakan bahwa masyarakat madani identik dengan civil
society, artinya suatu ide, angan-angan, bayangan, cita-cita suatu komunitas yang
dapat terjewantahkan ke dalam kehidupan sosial. Dalam masyarakat madani, pelaku
sosial akan berpegang teguh pada peradaban dan kemanusiaan.
Masyarakat madani
merupakan masyarakat modern yang bercirikan kebebasan dan demokratisasi dalam
berinteraksi di masyarakat yang semakin plural dan heterogen. Dalam keadaan
seperti ini masyarakat diharapkan mampu mengorganisasikan dirinya, dan tumbuh
kesadaran diri dalam mewujudkan peradaban. Mereka akhirnya mampu mengatasi dan
berpartisipasi dalam kondisi global, kompleks, penuh persaingan dan perbedaan.
Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat madani pada
prinsipnya memiliki multimakna, yaitu masyarakat yang demokratis, menjunjung
tinggi etika dan moralitas, transparan, toleransi, berpotensi, aspiratif,
bermotivasi, berpartisipasi, konsisten, memiliki perbandingan, mampu
berkoordinasi, sederhana, sinkron, integral, mengakui emansipasi, dan hak
asasi, namun yang paling dominan adalah masyarakat yang demokratis.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Politik Nasional
merupakan suatu cara dan upaya yang dilakukan demi tercapainya tujuan nasional.
Agar tercapainya tujuan nasional maka diperlukan suatu kebijakan-kebijakan yang
dibagi menjadi rencana jangka pendek, menengah dan jangka panjang yang disebut
Strategi Nasional. Namun tentu tak bisa dipungkiri dalam usaha untuk mencapai
tujuan politik nasional akan mengalami banyak kendala. Dan Tujuan akhir dari
adanya Politik Nasional ini sesuai dengan hakikat politik yaitu untuk
kesejahteraan rakyat.
DAFTAR
PUSTAKA
https://catataneonni.wordpress.com/2015/04/30/pengertian-politik-negara-kekuasaan-pengambilan-keputusan-kebijakan-umum-dan-distribusi-kekuasaan/
Hurri, I., & Munajat,
A. (2016). PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Panduan Untuk
https://www.academia.edu/32672791/Politik_Strategi_Nasional
http://thesharenation.blogspot.com/2019/07/politik-dan-strategi-nasional.html.
Diakses 19 Juli 2019
Komentar
Posting Komentar